Tuesday, May 29, 2007

Tidak Ada Cinta

Pagi itu, Bunda memandikan aku, pagi-pagi sekali. Tidak seperti biasanya. Sepertinya Ia tergesa. Dipanggilnya tukang ojek untuk mengantarkan kami berdua.

Pagi itu kami mengelilingi Jakarta. Aku tersenyum selalu karena baru kali ini Bunda berbaik hati mengajakku. Aku mendengar degup jantung Bunda berbunyi sangat keras. Apa karena aku terlalu dekat dengan hatinya atau karena Bunda memang sangat ingin melakukan sesuatu? Aku menikmati angin yang bertiup, lalu lama kelamaan tertidur.

Aku terbangun dari menikmati angin karena bunda ingin turun di sebuah jalan yang cukup lebar. Tidak begitu banyak kendaraan lalu lalang. Hanya ibu-ibu yang sedang berkumpul membicarakan sesuatu. Bunda menghampiri mereka dan menanyakan sesuatu. Sebuah rumah yang dihuni oleh seorang laki-laki yang sering aku dengar namanya disebut oleh Bunda, setiap kali saat aku terbangun.

Ibu-ibu sempat menggelengkan kepala tanda tidak tahu, Sepertinya sang penghuni rumah tidak pernah berinteraksi dengan sekelilingnya. Kemudian mereka ribut. Menggerak-gerakkan tangannya seolah-olah memberi petunjuk arah. Bunda mengucapkan terima kasih untuk kemudian kembali berjalan ke arah ibu-ibu tadi menunjukkannya.

Empat kali Bunda berjalan dari ujung yang satu ke ujunng yang lain, seperti dilanda kebingungan. Aku melihatnya menekan tombol untuk kemudian menghubungi seseorang. Kali kelima, ia mulai melangkahkan kakinya ke sebuah rumah agak kumuh. Bagian luarnya belum di cat, hanya dilapisi oleh semen tanpa ornamen apa pun. Di depan rumah itu hanya ada sebuah tangga yang tergeletak menunggu untuk dipancangkan. Mungkin sang pemilik rumah tidak memiliki dana berlebih untuk membangun rumah tersebut hingga akhirnya dibiarkan begitu saja.

Bunda mengetuk pintu rumah itu sambil tetap menggendong aku dalam pelukannya. Aku melihat sekeliling. Sepi. Hanya satu dua orang yang berlalu di depan rumah ini. Sangat jauh dari kesan bersahabat. Pintu pun terbuka. Seorang wanita tidak tinggi dan tidak kurus bertanya pada Bunda dengan nada cukup keras. "Mau apa?" Katanya seolah ia tahu siapa yang datang. Aku sibuk melihat keadaan di belakang bunda, aku tidak ingin melihat wanita itu. Bunda bilang, ia hanya ingin bertemu dengan laki-laki yang berada di dalam rumah ini. "Rully nya lagi mandi. Dia Mo berangkat!" Kata wanita itu masih dengan nada yang kasar. "Udah sana, gih!" Lanjut wanita itu.

Pintu rumah pun di banting. Bunda tidak bergeming. Ia berdiri dalam diam sambil menciumi jidatku. Aku melihat bunda resah. Aku tersenyum, mencoba menghiburnya. Ia pun tersenyum, seperti ada semangat yang mendorongnya.

Seorang laki-laki membuka kembali pintu rumah itu. Ia menghardik bunda. "Ngapain sih, lo ke sini?" Katanya dengan nada yang lebih kasar dari wanita tadi. Bunda menjawab dengan perasaan heran. "Apa gue ga boleh nemuin lo?" kata Bunda dengan nada sedikit pelan. "Gue bawa anak lo. Selama ini kan lo engga pernah liat dia. Apa lo engga kangen sama anak lo?" Lanjut Bunda.

"Kangen? Anak? anak siapa?" Kata laki-laki itu dengan nada tetap tinggi, kali ini tanpa perasaan sedikit pun. "Anak lo! Apa lo engga ngakuin ini anak lo?" Tanya bunda memelas.

"Engga! Gue engga ngakuin itu anak gue!" Katanya. "Udah sana pergi!!!" perintah lelaki itu sambil membalikkan badan bunda kemudian mendorongnya. Aku melihat laki-laki itu dengan jelas. Wajahnya. Tahi lalat di atas bibirnya. Amarah yang bercampur rasa malu. Entah malu karena apa.

Bunda berjalan gontai, kelelahan berjalan sambil menggendongku. Cuaca semakin panas. Keringat keluar dari dahiku. Keringat pun menetes dari dahi bunda. Satu tetes jatuh tepat di pipiku. Tapi kali ini bukan tetesan keringat itu. Hangat. Bunda berisak. Ia menangis. Diciumnya dahiku sambil berkata "Maafkan Bunda sayang, Karena kamu harus hidup dengan cara ini." katanya pelan seraya berbisik.

Bunda terus berjalan, tanpa henti. Menuju sebuah jalan raya. Banyak kendaraan lalu lalang. tapi Bunda tidak memberhentikannya. Bunda mendekapku erat seraya tak ingin berpisah! Sangat erat!!

Aku merasakan hujan. Tapi bukan tetesan dari langit.


God.... please give him d highest Hell in your Hell!!
Let d Hellfire burn him with no dust....

1 comment:

Omith said...

wew.........
make sure about u'r relationship
come on.... believed me everything it's gonna be all rite.. oks